Ini adalah lanjutan kisah semi-backpack
kami (saya, saudara kembar dan adik laki2 saya) di Singapore. Semi-backpacker adalah istilah buatan saya,
untuk orang2 yang traveling tanpa travel agent, alias mandiri. Tapi
berbeda dengan backpacker-sejati, yang
selalu mencari penginapan-makan-transportasi murah, kemana-mana kami naik taxi,
bukan MRT atau bus, yang notabene lebih murah. Tapi untungnya, kami tidak
mengeluarkan uang sepeserpun untuk penginapan, gretoongan, karna nginep di
tempat teman.. hehehe…
Seperti kisah-kisah sebelumnya, this is a
very-very late story. Double “very” bo’,
alias telaat bangeet..!!! bagaimana tidak, baru nemu mood buat cerita, setelah setengah tahun lewat, after the day..
Mood nya pun baru dapet, pas mata yang tidak kunjung bisa di ajak kompromi, alias
ngalong sampai subuh, ga tau mau ngapain, dan teringat kalo cerita hari ke-tiga tidak kunjung
terpublikasi (asli nya sih masih bingung, yang mau diceritakan apaa yaaa..)
Hari ke tiga, bisa dibilang, nyantai day, hanya ingin benar-benar memanfaatkan dan menikmati
liburan terakhir, sebelum kembali ke kepenatan rutinitas yang telah menunggu.
Atau, it was a sad day, karna sebenarnya
dalam hati masih ingin lebih lama tinggal, dan masih banyak tempat yang masih
ingin dieksplorasi, tapi apa daya, tiket ditangan mengharuskan kami segera terbang,
dan pulang…
Now, let me present you the story..
Karna hari ini adalah hari terakhir, maka yang
harus dilakukan adalah, menjejalkan semua barang2 agar masuk dalam koper, yang tentu saja ditemukan
banyak kesulitan, karna jumlah muatan
sudah bertambah. Pukul dua siang waktu Singapore kami sudah harus terbang ke
Indonesia, which means, paling telat pukul
satu sudah harus ada di bandara,
yang berarti waktu kami tinggal setengah hari lagi… L
Setelah diskusi (agak )panjang, waktu
setengah hari ini akan kami habiskan dengan sarapan, dan Orchard, just wanna
window shopping. Pengen tau, orchard yang terkenal itu, seperti apa siihh..
Sekilas tentang Orchard, ini adalah nama
jalan, yang sepanjang jalan adalah tempat toko-toko barang branded berjejer..
tidak begitu menarik buatku, karna (sebenernya) sudah jelas tidak mampu beli..
(somebody, someone out there, wanna be my donator..??)) Ada sih kisah lucu di
sini, tapi biarlah itu jadi konsumsi pribadi, bukan untuk publik..
Yang paling menarik buatku, adalah supir
taxi kami hari itu. Seperti yang sudah
diceritakan sebelumnya, selama berada di Singapore, kami selalu naik taxi, karna
kami (atau saya)adalah , -meminjam istilah Trinity (baca : the naked traveler)-
orang yang disoriented, alias susah ngapal jalan, suka nyasar, dan kurang bisa
baca peta. Naaah, jika biasanya kami
mendapat supir Chinese, sekarang kami ketemu supir dengan wajah yang ga jelas,
apakah melayu atau india. Ditilik dari wajah, hidung mancung, kulit hitam,
lebih ke wajah India.. kemudian, diliat dari nama : Suppiah (kami memanggilnya
pak cik suppiah), nama melayu nih.. Bahasa yang dipakai, Inggris dan melayu.. Masalah bahasa di Singapore pun sebenarnya
mempunyai cerita tersendiri. Karna kebiasaan kami mengobrol dengan para
supir,-(biasalaaah, orang Indonesia inii, ga afdol kalo ga ngobrol..)-warga
Singapore yang paling sering kami temui, kami punya pendapat sendiri tentang
bahasa mereka. Entah karna bahasa Inggris kami yang ecek-ecek (perasaan, ga
juga sih) atau memang bahasa Inggris dan logat mereka yang aneh, terkadang kami
ga ngerti apa yg mereke ceritakan. Yang jelas, beda dengan bahasa Inggris yang selama ini dipelajari.. dan ternyataaa, setelah baca My Stupid Boss,
di Malaysia dan Singapore tuh dikenal istilah Maylish, atau Singlish
(Malaysia-English, Singapore-Inglish), yang artinya bahasa Inggris yang agak ke
melayu2an, baik logat, dialek maupun bahasa. Misal, “you know la..” Kata “La” disitu menunjukkan adanya perpaduan
dua bahasa. jadi, Wajar kan kalo kami ga ngerti (hehehe, ngeles..)
Pertanyaan standar selama di taxi tuh, asal
kami dari mana (yang surprisingly, begitu kami jawab, beberapa dari mereka cerita,
bahwa mereka pernah datang dan kerja di Indonesia, bahkan ke Palembang), berapa
lama kami tinggal, apa tujuan kami datang ke Singapore, dan pendapat kami
tentang negara mereka. Dan tanpa kami bertanya, mereka selalu bilang, bahwa
Singapore is expensive..
Kembali ke Pak cik suppiah. Dibandingkan
supir2 sebelumnya, dengan beliau lah kami mendapatkan cerita di luar
standar. Beliau cerita tentang pola
kerja orang Singapore, berapa rata2 penghasilan yang dihasilkan, dan berapa
dollar minimal yang harus dihasilkan untuk bertahan hidup. Intinya, dibalik
pandangan “waaah “kita terhadap negara mereka,(dan jujur, sistem transportasi,
bandara, kebersihan, wisata mereka memang “supeer waah”), mereka juga harus bekerja keras untuk hidup mereka. Dan
beliau berpesan “ you can earn much money here, but untuk hidup, tidak boleh”.
Yang bikin tengsin, beliau tanya, apa ada
diantara kami yang berprofesi sebagai ce’gu, yang kemudian mulai membadingkan
penghasilan ce’gu di Singapore dan Indonesia.. jauuuhhhhhh banget, 10x lipat
bo’.. Karna jaga gengsi, kujawab aja, bahwa dengan gaji segitu di Indonesia
sudah sangat lumayan(daripada lumanyun), you can buy all things with that
hahahaha..
Dan ternyataaaa, (duuh, hidup memang selalu
penuh kejutan yaa…) Beliau punya istri orang Indonesia , orang Indramayu, dan
berencana untuk pindah kewarganegaraan. Beliau tau murahnya biaya hidup di
Indonesia (dibandingkan Singapore tentu saja), sudah memiliki tanah yang luas
di kampung halaman istrinya, dan berencana membuka perkebunan di sana.. (semoga
mimpimu terwujud pak cik, dan kita bisa bertemu lagi..)
Naah, karna udah klik dengan beliau, kami
janjian untuk mengantar ke bandara, selepas dari Orchard. Nomor hape beliau pun
masih tersimpan di phonebook sampai sekarang.. J dan
karna kebaikan hati nya, dia mau cerita tentang tempat makan murah di Changi..
trimakasih pak cik, kisah denganmu tak akan kami lupakan.. J
Okeh, saatnya pulang. Setelah check in,
makan di tempat yang disarankan pak cik, dan terbang ke Indonesia..
Pulang dari liburan tuh, berasa turun dari
surga, dan kembali ke kehidupan nyata (halaaah lebaaii).Tapi sumpah, itu lah
yang kami rasa kan.. Apalagi
membandingkan Soetta dengan Changi, benar-benar seperti surga dan dunia.. Anda
tau sendiri kan soetta, yang bahkan di international Airport sekali pun,
keadaannya sungguh mengenaskan. Toilet yang jauh dari kesan bersih, kebingungan
mencari tempat keluar (sumpah, ga jelas banget, beda banget dengan change yang
sekali liat langsung tau), atau taxi calo yang cuek bebek nyari penumpang di
shelter, padahal jelas2 ada petugas (dan salut buat petugasnya, baru sekarang
liat petugas yang agak tegas), dan nunggu shelter yang super lama (padahal
perut udah kukruyuk, dan masih harus ngejar pesawat). Hadeeeh, this is the real
life..
Dan pulang kembali ke rumah, dengan kisah
yang barum dan perasaan puas..
Well, This is the end of my stories..
semoga segera dipertemukan kembali dengan
petualangan-petualangan selanjutnya… J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar