Minggu, 23 Juni 2013

Lehrerin, warum nicht?


When i was in elementary school, i made a declaration,
"I Dont Wanna Be a Teacher..."
This declaration i made becouse, when i attended my elementary school, most of my elementary school teachers were pregnant, or still and often brought their children to school. I was scare, and based of my analysis, teachers will be pregnant and give birth. So i made this declaration.
I got an offer PMDK at Yogyakarta State University. and, I accepted. Then I moved to Yogyakarta, the city students, to study, without the provision of German language at all. Apparently, German is a difficult language to understand. So many rules, and exceptions to the rules, with a distinctive accent and phonetic. Honestly, until now I still can not follow the accent.
And when i took Bachelor degree, i studied german education at Yogyakarta State University, and i will be a Bachelor of Education, i still  had no  idea to be a teacher. Imagined that I had to stand and spoke in front of students alone makes me really scare.
Well, when i  practiced to teach in senior high school, my love to teach was beginn. I feel the thrill of the new was teaching. It was great, I spoke in front of the class, and all eyes looked at me. Then i love to be a teacher.
After graduated, I returned to Prabumulih, my hometown. In 2006, I taught at a private school, Senior high school Prabumulih Tunas Bakti. In 2007, I taught at the high school merangkat N 2 Prabumulih, this time I was teaching German.
In 2009 I
become civil servants, and placed in the SMA N I Prabumulih. because I am the only foreign language teacher, I taught in 10 classes (20 hours).
A teacher must be patience.
A teacher have tounderstand the characteristics of students, have to smart to set the most appropriate learning strategies, innovative, always update with educational issues and latest developments, and have to ready to overtime with additional tasks. Teachers are actors, role models, artists and so on.
For about 5 years I taught German language, the most material I
dont like to teach are ä, ü and ö. When we are seriously taught, but all the students laughed. Materials that I like is about family. I also love to sing songs with German language students. This is one way to make students love German language. If they love German, learningmotivation increases. Then, the thing that most makes all the teachers happy, and proud of, is if you look at the students that they students are able to succeed.

There's nothing wrong with teaching. I feel that i still have to learn more. That’s why, I take Postgraduate degree in Sriwijaya University, in order to further explore the world of education, and provide the best for the nation. One time, I wish i go to Germany, and continue my studies there. Hopefully this dream is achieved. Amen.

Jumat, 14 Juni 2013

3rd day story in Singapore.. (pak cik suppiah, d’Taxi story)





Ini adalah lanjutan kisah semi-backpack kami (saya, saudara kembar dan adik laki2 saya) di Singapore.  Semi-backpacker adalah istilah buatan saya, untuk orang2 yang traveling tanpa travel agent, alias mandiri. Tapi berbeda  dengan backpacker-sejati, yang selalu mencari penginapan-makan-transportasi murah, kemana-mana kami naik taxi, bukan MRT atau bus, yang notabene lebih murah. Tapi untungnya, kami tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk penginapan, gretoongan, karna nginep di tempat teman.. hehehe…
Seperti kisah-kisah sebelumnya, this is a very-very late story.  Double “very” bo’, alias telaat bangeet..!!! bagaimana tidak, baru nemu mood buat cerita, setelah  setengah tahun lewat, after the day..
Mood nya pun baru dapet, pas mata yang  tidak kunjung bisa di ajak kompromi, alias ngalong sampai subuh, ga tau mau ngapain, dan teringat  kalo cerita hari ke-tiga tidak kunjung terpublikasi (asli nya sih masih bingung, yang mau diceritakan apaa yaaa..)
Hari ke tiga, bisa dibilang, nyantai day,  hanya ingin benar-benar memanfaatkan dan menikmati liburan terakhir, sebelum kembali ke kepenatan rutinitas yang telah menunggu. Atau, it was  a sad day, karna sebenarnya dalam hati masih ingin lebih lama tinggal, dan masih banyak tempat yang masih ingin dieksplorasi, tapi apa daya, tiket ditangan mengharuskan kami segera terbang, dan pulang…
Now, let me present you the story..
Karna hari ini adalah hari terakhir, maka yang harus dilakukan adalah, menjejalkan semua barang2  agar masuk dalam koper, yang tentu saja ditemukan banyak kesulitan, karna jumlah muatan  sudah bertambah. Pukul  dua siang  waktu Singapore kami sudah harus terbang ke Indonesia, which means, paling telat pukul  satu  sudah harus ada di bandara, yang berarti waktu kami tinggal setengah hari lagi… L
Setelah diskusi (agak )panjang, waktu setengah hari ini akan kami habiskan dengan sarapan, dan Orchard, just wanna window shopping. Pengen tau, orchard yang terkenal itu, seperti apa siihh..
Sekilas tentang Orchard, ini adalah nama jalan, yang sepanjang jalan adalah tempat toko-toko barang branded berjejer.. tidak begitu menarik buatku, karna (sebenernya) sudah jelas tidak mampu beli.. (somebody, someone out there, wanna be my donator..??)) Ada sih kisah lucu di sini, tapi biarlah itu jadi konsumsi pribadi, bukan untuk publik..
Yang paling menarik buatku, adalah supir taxi  kami hari itu. Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, selama berada di Singapore, kami selalu naik taxi, karna kami (atau saya)adalah , -meminjam istilah Trinity (baca : the naked traveler)- orang yang disoriented, alias susah ngapal jalan, suka nyasar, dan kurang bisa baca peta. Naaah, jika  biasanya kami mendapat supir Chinese, sekarang kami ketemu supir dengan wajah yang ga jelas, apakah melayu atau india. Ditilik dari wajah, hidung mancung, kulit hitam, lebih ke wajah India.. kemudian, diliat dari nama : Suppiah (kami memanggilnya pak cik suppiah), nama melayu nih.. Bahasa yang dipakai, Inggris dan melayu..  Masalah bahasa di Singapore pun sebenarnya mempunyai cerita tersendiri. Karna kebiasaan kami mengobrol dengan para supir,-(biasalaaah, orang Indonesia inii, ga afdol kalo ga ngobrol..)-warga Singapore yang paling sering kami temui, kami punya pendapat sendiri tentang bahasa mereka. Entah karna bahasa Inggris kami yang ecek-ecek (perasaan, ga juga sih) atau memang bahasa Inggris dan logat mereka yang aneh, terkadang kami ga ngerti apa yg mereke ceritakan. Yang jelas, beda dengan bahasa Inggris  yang selama ini dipelajari..  dan ternyataaa, setelah baca My Stupid Boss, di Malaysia dan Singapore tuh dikenal istilah Maylish, atau Singlish (Malaysia-English, Singapore-Inglish), yang artinya bahasa Inggris yang agak ke melayu2an, baik logat, dialek maupun bahasa. Misal, “you know la..”  Kata “La” disitu menunjukkan adanya perpaduan dua bahasa. jadi, Wajar kan kalo kami ga ngerti (hehehe, ngeles..)
Pertanyaan standar selama di taxi tuh, asal kami dari mana (yang surprisingly, begitu kami jawab, beberapa dari mereka cerita, bahwa mereka pernah datang dan kerja di Indonesia, bahkan ke Palembang), berapa lama kami tinggal, apa tujuan kami datang ke Singapore, dan pendapat kami tentang negara mereka. Dan tanpa kami bertanya, mereka selalu bilang, bahwa Singapore is expensive..
Kembali ke Pak cik suppiah. Dibandingkan supir2 sebelumnya, dengan beliau lah kami mendapatkan cerita di luar standar.  Beliau cerita tentang pola kerja orang Singapore, berapa rata2 penghasilan yang dihasilkan, dan berapa dollar minimal yang harus dihasilkan untuk bertahan hidup. Intinya, dibalik pandangan “waaah “kita terhadap negara mereka,(dan jujur, sistem transportasi, bandara, kebersihan, wisata mereka memang “supeer waah”), mereka juga  harus bekerja keras untuk hidup mereka. Dan beliau berpesan “ you can earn much money here, but untuk hidup, tidak boleh”.
Yang bikin tengsin, beliau tanya, apa ada diantara kami yang berprofesi sebagai ce’gu, yang kemudian mulai membadingkan penghasilan ce’gu di Singapore dan Indonesia.. jauuuhhhhhh banget, 10x lipat bo’.. Karna jaga gengsi, kujawab aja, bahwa dengan gaji segitu di Indonesia sudah sangat lumayan(daripada lumanyun), you can buy all things with that hahahaha..
Dan ternyataaaa, (duuh, hidup memang selalu penuh kejutan yaa…) Beliau punya istri orang Indonesia , orang Indramayu, dan berencana untuk pindah kewarganegaraan. Beliau tau murahnya biaya hidup di Indonesia (dibandingkan Singapore tentu saja), sudah memiliki tanah yang luas di kampung halaman istrinya, dan berencana membuka perkebunan di sana.. (semoga mimpimu terwujud pak cik, dan kita bisa bertemu lagi..)
Naah, karna udah klik dengan beliau, kami janjian untuk mengantar ke bandara, selepas dari Orchard. Nomor hape beliau pun masih tersimpan di phonebook sampai sekarang.. J dan karna kebaikan hati nya, dia mau cerita tentang tempat makan murah di Changi.. trimakasih pak cik, kisah denganmu tak akan kami lupakan.. J
Okeh, saatnya pulang. Setelah check in, makan di tempat yang disarankan pak cik, dan terbang ke Indonesia..
Pulang dari liburan tuh, berasa turun dari surga, dan kembali ke kehidupan nyata (halaaah lebaaii).Tapi sumpah, itu lah yang kami rasa kan..  Apalagi membandingkan Soetta dengan Changi, benar-benar seperti surga dan dunia.. Anda tau sendiri kan soetta, yang bahkan di international Airport sekali pun, keadaannya sungguh mengenaskan. Toilet yang jauh dari kesan bersih, kebingungan mencari tempat keluar (sumpah, ga jelas banget, beda banget dengan change yang sekali liat langsung tau), atau taxi calo yang cuek bebek nyari penumpang di shelter, padahal jelas2 ada petugas (dan salut buat petugasnya, baru sekarang liat petugas yang agak tegas), dan nunggu shelter yang super lama (padahal perut udah kukruyuk, dan masih harus ngejar pesawat). Hadeeeh, this is the real life..
Dan pulang kembali ke rumah, dengan kisah yang barum dan perasaan puas..
Well, This is the end of my stories..
semoga segera dipertemukan kembali dengan petualangan-petualangan selanjutnya… J

2nd day story in Singapore (Shopping till drop story)






Perjalanan hari ke-2.
Program : Shopping till drop…!!!
Beberapa tempat yang menjadi pertimbangan (hasil browsing) : Bugis, Mustafa, Geylang, Chinatown, Orchard (tempat terakhir langsung dicoret dari daftar, karna menurut kabar burung, liat harga barang2 di sana qta langsung drop..:D. kalo cuman buat window shopping sih, boleh). Menurut mbah gugel, shopping center yang buka 24 jam adalah Mustafa center. Maka pagi itu, Kami memutuskan pergi ke sana, sekaligus cari sarapan.
Maka sekitar pukul 9 pagi (kalo ga salah inget, yang artinya suasananya seperti pukul 8 pagi di Indonesia) jadi lah kami menginjakkan kaki di MC. Langsung tengak tengok, tolah toleh sana sini cari warung makan, yang ada di pinggir-pinggir jalan di sekitar. Pilah-pilih, hampir masuk ke warung makan (boleh ya dibilang gini, secara, dibilang resto, ga masuk kategori juga, atau café, atau kedai makan, terserah mau dibilang apa) yang menyediakan pork. Panteess, pandangan orang2 yang lagi makan di situ agak aneh. Pas liat pilihan menu yang tertampang di atas pintu, baru deh ngeh, sekaligus ngeh dengan bau khas nya. Dan sejak itu, jadi sensitive terhadap segala macam bau ini.
Akhirnya kami terdampar di warung makan India, Maa Raaj (kalo ga salah), yang pas liat pilihan menu, langsung familiar dengan makanannya, dan label halal yang tertampang dengan jelas. Asyiknya di Singapura, Halal atau tidaknya, mereka dengan fair kasih tau.
Kami makan, menikmati pesanan masing2, sambil (sok) buka peta, meski tetep ga ngerti juga, karna dari dulu ga bakat baca peta, dan merundingkan, kemana kami akan melangkah selanjutnya (jiiaahh bahasakuu..)
Waktu sedang menikmati makan (ujung2nya ketemu nasgor jugaa..haaa), ada seorang ibu, berjilbab, tipikal wajah khas Indonesia kebanyakan, yang kami fikir beliau dari Indonesia, merasa sebangsa setanah ait setumpah darah, kami pun senyum pada nya.
Kami tanya, ternyata beliau warga negaga Singapura asli, melayu, yang langsung excited waktu kami bilang, bahwa kami berasal dari Indonesia.
Cerita punya cerita nih, ternyata, menantu nya berasal berasal dari Indonesia, tepatnya, Indramayu.. Kemudian, dengan gaya2 ibu kebanyakan(gaya khas rumpi dan penuh semangat itu loh), mak cik cerita, kalo mak cik ingin anaknya pisah dengan sang menantu, karna menantu tersebut memakai black magic (ini cerita dia loo) untuk memikat anaknya, dan mengambil harta anaknya. Jadi geli, sekaligus simpati, ketemu makcik2 rumpi di sini, di luar Indonesia, diiringi tatapan mata India pak Cashier, yang entah kenapa, bolak-balik aja, mondar-mandir keluar masuk kedai (kami makan di meja luar), dan berdiri di sekitar kami.

Dari mak cik ini juga, kami disarankan belanja di Geylang, kalau mau cari oleh2. Mengingat waktu, setelah menunjukkan simpati kami pada beliau, kami pun pamit, dan memutuskan pergi ke Geylang setelah hunting di Mustafa.
Kesan awal yang di dapat, Mustafa tuh mirip supermarket kebanyakan, atau semacam Carrefour. Lalu, kamu ke lantai dasar, tempat barang elektronik, yang gila2an murahnya. Pantes aja barang2 black market dari Singapura, atau Malay, bisa super murah. Dan untungnya, saya menemukan CD, yang isi nya soal2, dan pelajaran bahasa Jerman. Wuuiihh, serasa ngeliat emas permata lah saya, :D. naik satu lantai, isi nya, semua nya emas, dengan berbagai macam bentuk, motif, dan ukuran. Hanya bisa terganga di sini, hehe..
Karna unexpected, tidak seperti yang kami cari, bukan barang seperti ini yang kami ingini, kami pun melanjutkan perjalanan ke Geylang, sesuai saran mak cik, tanpa tau, tempat seperti apa yang akan kami temui. Ternyata, Geylang tuh super panjang, dan bukan surga belanja. Atas saran pak Sopir, kami pergi ke kampong melayu. Tempat nya tuh, mirip-mirip pasar 16 nya Palembang, atau Bringharjo nya Jogja, tapi lebih sepi. Isinya, barang-barang macam keperluan rumah  tangga, baju2 kurung, jilbab dan kawan2nya. Lagi2, bukan ini yang kami ingini.
Waduuh, dikejar waktu nih. Hari mulai terik, laper, capek, tapi belum ada satu pun barang yang dipesan, dicari, didapat. Paniikk…!!! Mulai tanya sana-sini, teman2 di Indo, yang menyarankan untuk pergi ke Chinatown.
Pfiiuuhh, akhirnya..!! yang kayak gini nih yang kami cari..!! dari tadiii cobaa..!! hahaha..
Karna cacing2 sudah memanggil, sudah berteriak, dan seperti biasa, akan mengganas kalau kelaparan, makan dulu lah kami. Ketemu plang Mcdi, berjalan menuju ke sana, dan masih berharap ketemu nasi..(mano ado..!!). Menyerah, ga ketemu nasi, makan apa yang ada saja lah.. Lapeerr…!!
Singkat kata bin cerita, kami menemukan apa yang kami mau, shopping till drop, maksudnya, bener2 drop, sampai bingung, masih bisa melanjutkan hidup ga yaa besoook..?? untung masih ada uang yang di tinggal di koper, kalau tidak, habiislaaahh…
Hari udah beranjak sore, urusan belanja-belanji selesai, lelah, penat, belum sholat, kami pun pergi ke Sultan Mosque.
Haru rasanya, berada dalam mesjid, di negeri orang, bertemu sesama muslim, sesama saudara, yang entah dari mana asalnya, dan berbagi senyum. Benar-benar pencerahan. Subhanalloh.
Tidak ada rencana pasti setelahnya. Hanya ingin menikmati sisa sore, jalan2 di sekitar mesjid, kemudian duduk2, melihat orang2 berjalan lalu lalang, yang kembali disuguhi pemandangan yang memukau, matahari terbenam, lampu jalan mulai benderang, dan latar mesjid bersejarah dibelakangnya. What a romantic view.. (romantis darimanaa cobaa..??) begitu azan magrib menggema, hampir semua toko di sekitar tutup, dan satu persatu penghuni nya beranjak, mengikuti ajakan muazin..
Lalu, kami pun melanjutkan perjalanan kami, hanya ingin menikmati malam, bersantai, menyusuri jalanan, menyesapi suasana, yang tokonya kebanyakan masih tutup, melewati counter wardah, dan wajah familiar Indonesia yang tersenyum…
Dan melewati cafe2, yang namanya muncul di browsing internet, atau toko2 karpet India, yang entah kenapa, pelayannya keliatan mirip artis India, yang tatapan dan senyumannya sebanding dengan harga karpetnya.. (hahaha… guanteeng book..!!)
Terakhir, kami duduk di pinggir jalan (di kursi loh), melepas penat. Sekitar pukul 9 malam, kami pulang, kembali, dengan hati puas..




1st Day Story in Singapore (d’norak story..)




Epilog :
Seperti biasa, this is the telat story, udah out of date euphoria nya..
Atau, this is the norak story.. dibilang norak, karna toh, banyak orang yang melakukan perjalanan lebih jauh, lebih sering, lebih seru, lebih fantastis, tapi ga se norak ini, pake ditulis dan dipublikasikan.
Atau, boleh jadi, this is the ngampok  bin langgok story, tapi jujur, ga ada niat. Hanya ingin menceritakan pengalaman (yang menurut penulis, entah menurut pembaca) spektakuler..
Dan bila suatu saat, cerita ini terlupa dalam ingatan, dalam kenangan, masih ada cerita yang tersisa di sini…
Ok, lets begin the story… J

Hari pertama, seperti biasa, adalah hari yang euphoria nya amat sangat terasa, full of energy, cant stop smiling and laughing.. :D
Pesawat  tiba di Changi sekitar pukul dua siang, terbengong2 (tapi ga pake mangap) melihat bandara yang bersih, berkarpet, beranggrek, dan berandai-andai, andai bandara Soetta sekeren ini, langsung ke rumah teman di daerah pasir panjang, mandi, dan selanjutnya, jalan. Rencana perjalanan sore sampai malam ini sih sudah ada (thanks to internet, yang berkat nya kami bisa browsing habis2an tentang tempat yang menarik untuk dilihat dan dikunjungi, ada apa saja di sana, bagaimana cara ke sana, tempat makan, belanja dan lain2, dan kami bisa memilih kemana tempat yang akan kami tuju tanpa harus tergantung pada travel agent, yang tentu saja pengalaman nya jadi lebih berkesan, karna benar2 berinteraksi dengan penduduk lokal, tau seperti apa pemikiran mereka tentang negara mereka, dan tentang Indonesia).
Target pertama, tentu saja Merlion dan Esplanade. People in the world say : Belum ke Singapore kalau belum ke Merlion.  Di sini lah kebingungan di mulai. Oke lah kami sudah punya info yang (menurut kami) cukup. Halte bus ada di seberang jalan, MRT tinggal jalan sekitar 5 menit. Ternyata kami terlupa pada nama2 halte bus atau MRT yang kmi tuju untuk sampai di sana. Untuk menghemat waktu, diputuskanlah naik taksi. Tujuan pertama : tempat makan sekitar Merlion ( mano ado..!! ) Secara, lapeer beraatt..!! Akan mengganas kalau kelaparan nih. Supir taksi, yang Cina, yang entah karna bahasa Inggris kami yang aneh, atau logat dia yang juga aneh, atau memang dia nya yg ga bisa bahasa Inggris, keliatan kesulitan berkomunikasi dengan kami, menyarankan untuk turun di Esplanade terlebih dahulu, dan makan di sana. Meskipun sudah di luar, saya sih, teteup, nyari nasi hehehe.  Bolak balik di lantai satu, liat2 tempat makan di situ, nyari makanan halal dan nasi, atau paling ngga noddle, yang ujung2nya kembali ke tempat makan di deket pintu masuk Esplanade, Kopi-O. Di sini lah TKP, dimana ketika saya pesan makan, di ajak ngomong Cina, yang meneketehe apa yang diomongin, yang dia nya tetep ngomong pake bahasa CIna, sekarang sambil cengar-cengir, meski sudah dibilang kalo saya tidak bisa ngomong Cina. Sempet mikir, nih orang naksir apa yaaa..!! hahaha… yang ada jadinya nyesel, coba duluu belajar bahasa Cina, cerita nya jadi ga gini kaaaannn… wkwkwkwk….
Perut terisi, menuju halaman belakang Esplanade, yang Subhanalloh, di suguhi pemandangan yang luar biasa. Marina Bay di seberang laut, Merlion di kejauhan, gedung-gedung tinggi  tapi serasi dengan matahari hampir terbenam di belakangnya, dan river cruise yang melintas.. wuuiihhh… What a romantic view.. Baru terasa kalau benar2 sudah di Singapore.. ga puas2 menikmati pemandangan ini.. Ini nih yang dibilang, menikmati liburan dengan bersantai, hanya duduk, lihat, dan nikmati saja. Bahkan orang pun bisa jogging di seputaran mall ini.. BIsa ditemukan tidak yaa, yang seperti ini, di Indonesia..??
Lanjut perjalanan ke Merlion, berjalan kaki, yang juga benar2 dinikmati, melewati Esplanade Bridge, jembatan khusus pedestrian.. Pedestrian memang dimanjakan di Singapore.  Salut untuk orang Singapore, meskipun kita foto2 dengan noraknya, ketawa2 ga jelas, gaya pun norak, tapi mereka rela berhenti sejenak menunggu kami selesai foto, baru jalan lagi, sambil senyum ramah lagi (bandingkan dengan kejadian di SMB II, orang dengan cueknya melintas di depan mata, meskipun tau sedang ada orng yang berpose.. hhmm..)
Sampai di Merlion, sesi pemotretan dimulai. Hanya sebagai bukti sih, kalau pernah menginjakkan kaki di sini hehehe. Sekitar jam 7 malam, yang keliatan masih terang, atau sama seperti pukul 6 di Indonesia, kami memutuskan untuk ke Sentosa Island. Naik taksi, yang anehnya, tidak tau Songs of the sea dimana. Untungnya, setelah tanya sana sini, sampai juga di TKP. Pesen tiket, menunggu pertunjukan ke 2 malam itu, sambil ngecengin bule (kayaknya  sih mahasiswa) yang jual kipas muter2 (kayak pedagang asongan, tapi ga jalan, berdiri di satu tempat).
Pertunjukannya benar2 tidak mengecewakan, bombastis. Pertunjukan terbuka, setting di pinggir pantai, berpasir, dengan rumah2 panggung di atas air, dengan tiang2 tinggi yang menyangga nya (yang kayak gini sih, di Indonesia juga banyak hehehe). Kemudian para pemain berlarian dari sisi kiri dan kanan, menyanyikan lagu rasa sayange. Lalu masing2 dari mereka menyanyikan lagu dari daerah asal mereka, Singapore, melayu, Cina, India, tentu saja dengan gaya dan tarian heboh dan asal mereka, tapi enak diliat, dan tidak kebanci2an. . Hanya Lee (baca :Li), pemeran utama, yang belum mengeluarkan suara emasnya, meski sudah dipancing temannya. Sekali nya dia nyanyi, muncul lah putri dari dalam laut yang (kalo ga salah terjemah dan nangkep sih, karna pertunjukkan nya in English) terkekang, dan Lee jatuh cinta pada nya.. Selanjutnya, bagaimana perjuangan Lee dan teman2 membebaskan sang putri, liaat sendiri aja yaa.. asli, seru bin lucu pertunjukannya. Permainan laser dan air pun keren banget..
Sisa malam itupun dihabiskan dengan perasaan puas…